Seorang Petani Hidroponik Ini Beromzet Capai Rp500 Juta
Indonesianewsgo - Seorang Petani boleh jadi bukan profesi yang populer di kalangan masyarakat. Tapi anggapan itu tak mengurungkan bagi Kabul Pamudji, lulusan Institut Teknologi Bandung, untuk bekerja di sawah.
Penghasilan sedikit, harus memiliki lahan, dan fisik juga kuat.
Ungkapan-ungkapan itu kerap didengar Kabul mengenai profesi itu.
Dilansir dari Medcom.id, Tapi,
anggapan itu dimentahkan warga Semarang, Jawa Tengah itu. Dengan memanfaatkan
ilmu teknologi, ia menyulap 'sawahnya' yang berukuran 80 meter persegi menjadi
1,4 Hektare.
"Dulu, penghasilan saya hanya Rp4 juta per bulan, sekarang jadi Rp500 juta," kata Kabul.
Bercocok tanam adalah hobinya. Namun, ia tak menempuh pendidikan di jurusan pertanian. Pria kelahiran 49 tahun lalu itu justru menempuh jurusan Politeknik Mekanik Swiss-ITB, atau yang sekarang nama kampusnya berubah menjadi Politeknik Manufaktur Negeri Bandung (POLMAN Bandung). Jadi dasar pendidikannya berkutat dengan mesin.
![]() |
(Kabul Pamudji, lulusan ITB, yang sukses bercocok tanam dengan hidroponik di Semarang, medcom.id- Budi Arista) |
Ia menggunakan media tanam berupa modul atau talang air yang
disulap menjadi pot tanam. Lalu ia mengaplikasikan kecanggihan teknologi pada
sawah mininya.
"Saya suka menanam. Kemampuan saya di teknologi. Jadi saya padukan,"
ungkap pria yang bertempat tinggal di Jalan Nangka Raya Nomor 10, Lamper Kidul,
Kota Semarang.
Ia mengajak sopirnya untuk mengerjakan pertanian hidroponik itu. Awalnya
tanaman hanya untuk menghias rumah. Sang sopir pun mengerjakannya di waktu
luang.
Tiga tahun berlalu, jatuh bangun berusaha tani dirasakan Kabul. Kejadian paling
buruk yaitu tanaman membusuk, karena tidak ada yang mengurus. Tapi, Kabul tak
gentar. Ia tetap mengerjakan hal yang disenanginya itu.
Saat ini, Kabul mempekerjakan 15 karyawan. Tanaman pun beragam mulai dari
sayuran, tomat ceri, melon, hingga paprika. Area tanam pun bertambah luas.
Hidroponik digunakan dalam sistem bercocok tanam. Metodenya dengan mengutamakan
penggunaan air, nutrisi, dan oksigen.
Media tanam tak memerlukan tanah. Tapi, medianya diganti dengan rockwool,
sejenis busa. Pupuknya pun dalam bentuk cairan. Agar, nutrisi mudah larut dan
mudah diserap akar.
Pengusaha pemilik The Farmhill itu memasarkan hasil panennya ke pasar-pasar
modern dan supermarket. Lantaran itu, ia mengutamakan kualitas.
Menurut Kabul, kualitas produk dapat dijaga dengan teknologi hidroponik. Masa
tanam pun lebih cepat.
Lantaran itu Kabul meminta petani untuk terbuka menerima teknologi. Tujuannya
yaitu penanaman lebih efisien dan hasil panen berkualitas tinggi.
"Bukan menanam saja, petani juga harus memasarkan dengan bagus. Petani
harus paham produk apa yang dibutuhkan. Ini petani modern, kalau hanya ditanam
terus pulang, ya tidak ada hasilnya," ungkapnya.
Lebih lanjut, Kabul mengaku baru menekuni hidroponik tiga tahun terakhir.
Kedepan, ia akan membangun desa wisata, untuk meningkatkan ekonomi Masyarakat
sekitar.
"Pengembangan saya akan membuat desa wisata hidroponik, nantinya akan
meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar. Karena tanaman hidroponik itu simpel,
yang penting ada sinar matahari. Itu modal utama," tutupnya.
Artikel ini telah tayang di medcom.id dengan judul Petani Lulusan ITB Raup Rp500 Juta denganHidroponik
Post a Comment for "Seorang Petani Hidroponik Ini Beromzet Capai Rp500 Juta"
Post a Comment